BERITAMAGELANG.ID - Anis Efizudin fotografer dari Antarafoto, tidak bisa menahan emosi ketika menceritakan foto-foto yang menampilkan seniman memakai masker. Matanya berkaca-kaca menahan haru saat menatap foto-foto itu. Para seniman dalam foto terlihat antusias menampilkan karya terbaiknya disaat pandemi Covid-19 tahun 2020 lalu.
"Hanya ada fotografer tertentu saja yang diberitahu adanya kegiatan Festival Lima Gunung (FLG) di lereng gunung Sumbing. Tidak ada penonton sama sekali saat para seniman ini menampilkan karya tarinya," tutur Anis di sela-sela pembukaan pameran foto dalam event festival Lima Gunung (FLG) ke 23 di Dusun Keron desa Krogowanan Kecamatan Sawangan Kabupaten Magelang, Rabu (25/9/2024).
Dalam pameran itu, di pajang 70 foto karya empat jurnalis foto yang konsisten meliput FLG selama 2 decade terakhir. Beberapa foto diantaranya merupakan foto yang diambil saat pandemi Covid-19.
Anis mengatakan, sangat berkesan ketika harus memotret para seniman yang tetap berkesenian meskipun dalam kondisi covid. Saat itu ada larangan kerumunan orang karena serangan virus mudah menular, bahkan bisa berujung pada kematian. "Ini menjadi previllage bagi kami, karena memiliki hak istimewa untuk bisa mengabadikan moment tersebut.Jadi kegiatan itu sifatnya rahasia," ujarnya.
Dari sana ia melihat betapa seniman tetap ingin eksis, meski harus dilakukan secara virtual. Mereka menari diatap rumah dengan mengenakan masker. Hasil karya foto tidak boleh di sebar di media sosial saat acara berlangsung, namun harus menunggu hingga malam hari. Hal itu dilakukan agar orang tidak berbondong-bondong menonton pertunjukan kesenian. "Seniman sangat hati-hati," katanya.
Anis mengaku menyumbang 10 karya foto yang diambil sejak tahun 2006-2023. Iapun menganggap foto-foto yang diambil saat pandemi Covid merupakan foto ekslusif.
Warga asli Temanggung ni mengatakan, dirinya telah mendampingi komunitas seniman petani selama lebih dari 20 tahun. Pameran yang digelar ini sebagai bentuk apresiasi mereka kepada masyarakat dan para seniman yang telah berkarya secara mandiri selama lebih dari dua dekade. "Pameran ini tidak hanya untuk memamerkan karya kami, tetapi juga sebagai penghormatan kepada para seniman dan pegiat seni yang telah dengan konsisten berkesenian tanpa bantuan sponsor. Ini adalah kenangan visual yang kami persembahkan untuk mereka," ungkap Anis.
Pameran foto FLG ke 23 ini diberi tajuk "Gumregah Bareng, Gayeng, Seneng" yang berarti semangat kebersamaan, meriah, dan bahagia. Pameran ini merupakan bagian dari Festival Lima Gunung XXIII yang digelar di Dusun Keron, Krogowanan, Sawangan, Magelang. Empat fotografer yang tergabung dalam komunitas "Rencang Lima Gunung Ring 1/2", yaitu Nugroho DS (Suara Merdeka), Anis Efizudin (Antarafoto), Ferganata Indra Riatmoko (Kompas), dan Gholib (inilah.com), menampilkan karya-karya mereka yang mendokumentasikan perjalanan seni budaya Komunitas Lima Gunung selama hampir dua dekade.
Pameran yang berlangsung dari 25 hingga 29 September 2024 ini dibuka secara resmi oleh Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Magelang, Nina Atmasari. Dalam sambutannya, Nina menyatakan apresiasi yang mendalam terhadap para fotografer yang telah konsisten menjadi bagian dari perjalanan seni budaya di Kabupaten Magelang. Ia berharap melalui event Festival Lima Gunung ini, akan lahir penulis dan fotografer-fotografer baru yang mampu mengabadikan dan menyuarakan makna dari kegiatan kesenian tersebut.
"Saya sangat bangga dengan dedikasi para fotografer ini. Mereka telah mengabadikan momen-momen penting dalam perjalanan seni budaya kita. Saya juga mendorong agar para fotografer ini membuat buku foto tentang Komunitas Lima Gunung, karena semangat berkesenian mereka ini layak untuk diabadikan dalam buku yang dapat dibaca dan dinikmati generasi mendatang," ujar Nina.
Keunikan dari pameran ini terletak pada lokasi dan dekorasinya. Tidak seperti pameran foto yang umumnya digelar di tempat-tempat mewah seperti mal, hotel, atau kampus, pameran ini diselenggarakan di sebuah ruangan bekas gudang genteng berdinding anyaman bambu berukuran 7 x 5 meter. Ruangan tersebut dihias dengan ornamen alami seperti pohon cabai kering, kulit jagung, dan jerami yang dibentuk menjadi karya seni yang menyatu dengan alam sekitar.
Yang menarik, Ferganata Indra Riatmoko, yang juga memamerkan foto-fotonya menggunakan media Mug (cangkir), berharap pameran ini dapat memberikan perspektif baru kepada pengunjung Festival Lima Gunung. "Kami ingin pengunjung tidak hanya menikmati pentas seni, tetapi juga melihat pentingnya dokumentasi visual. Ini adalah saksi bisu perjalanan seni dan budaya yang terus berkembang di tengah masyarakat kita," jelas Indra.
Ia juga menyampaikan, pameran foto ini tidak melalui kurasi yang rumit. Semuanya berjalan lancer, para fotografer mengumpulkan foto -foto terbaik mereka.
Pameran ini menambah dimensi lain dalam Festival Lima Gunung XXIII, yang selama ini dikenal dengan pementasan seni tradisionalnya. Pengunjung festival pun mendapat hiburan visual yang berharga, sekaligus edukasi tentang betapa pentingnya menjaga dan mendokumentasikan sejarah perjalanan seni budaya masyarakat pegunungan.