BERITAMAGELANG.ID - Sejumlah seniman menggelar ritual sengkala di Lapangan Kenari, kompleks Candi Borobudur. Ritual tersebut bertujuan untuk menyampaikan kepada leluhur perihal keluh kesah warga Borobudur yang kerap tidak tersampaikan dengan baik.
Mereka menyiapkan ogoh-ogoh betara kala yang berbahan dasar daun pisang. Ritual itu diawali dengan berjalan kaki dari pos Kenari menuju halaman candi. Selama berjalan, satu di antaranya memainkan alat musik. Begitu tiba di halaman candi, mereka memposisikan diri untuk memulai ritual.
Ketua Daya Desa Borobudur Lukman Fauzi mengutarakan, ritual ini merupakan wujud kepedulian warga terhadap suatu permasalahan yang selama ini terjadi. "Apa yang menjadi keluh kesah kami tidak tersampaikan kepada manusia. Bisa orang yang jahat atau tidak sesuai apa yang menjadi kaidah Borobudur," paparnya, Rabu (18/9/2024).
Dia menilai, banyak pembangunan di kawasan Borobudur yang tidak berpihak kepada warga. Selain itu, warga kerap dikesampingkan dan tidak diajak duduk bersama membahas pembangunan tersebut. Seperti pembangunan Kampung Seni Borobudur yang tidak menggandeng para seniman lokal.
Karena itu, para seniman yang tergabung dalam Daya Desa Borobudur menyampaikan keluh kesahnya kepada leluhur. "Kami membawa batara kala untuk menyigkirkan sengkala atau masalah dari sebuah musibah yang diharapkan tidak masuk ke Candi Borobudur," jelas Lukman.
Wujud masalah itu, kata dia, bisa bervariasi. Mulai dari manusia maupun alam yang tidak sinkron dengan nilai Candi Borobudur. Sebab Candi Borobudur mengandung nilai-nilai kebajikan yang harus dirawat dengan benar.
Lukman menambahkan, setelah melakukan ritual di halaman candi, betara kala akan dibakar dan dilarung. "Betara kalanya dari daun pisang kering yang menandakan permasalahan tentang hidup dan manusia. Setelah dibakar, kita larung di Sungai Progo," pungkasnya.
Koordinator Museum dan Cagar Budaya Borobudur Wiwit Kasiyati mengapresiasi kegiatan ritual yang dilangsungkan oleh seniman Borobudur tersebut. "Ritual itu merupakan bagian dari kebudayaan, termasuk dari sepuluh objek pemajuan kebudayaan," paparnya.