
BERITAMAGELANG.ID - Tokoh Adat Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Kota Sawahlunto Sumatera Barat bersilaturahmi dengan Komunitas pelaku seni budaya Ruwat Rawat Borobudur (RRB) di Kantor CWS BRIN Kabupaten Magelang.
Kedatangan Datuak dan Bunda Kanduang LKAAM bersama Asisten Pemerintahan dan Kesra Pemerintahan Sawahlunto, Irzam K ini dalam rangka studi banding terkait pengelolaan cagar budaya world heritage yang diakui UNESCO agar dapat memberikan dampak bagi masyarakat.
"Mereka memiliki Cagar Budaya Tambang Ombilin seperti Borobudur yang dianugerahi UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia namun mereka belum memperoleh kemanfaatan dari keberadaan Cagar Budaya Tambang Ombilin," kata Sucoro, Budayawan penggerak Ruwat Rawat Borobudur, Minggu (22/12/2024).
Menurut Sucoro, Borobudur maupun Tambang Ombilin Sawah Lunto merupakan cagar budaya yang ada karena masyarakatnya. Keberadaan cagar budaya tidak bisa dipisahkan dengan panorama kehidupan masyarakatnya, sebagai identitas yang tetap lestari karena masyarakatnya. Dengan begitu, cagar budaya diharapkan memberikan kemanfaatan bagi masyarakat dan melibatkannya dalam upaya pengembangannya.
Borobudur maupun Tambang Ombilin dinobatkan sebagai warisan budaya dunia karena sejarah dan keunikan yang tidak dimiliki oleh daerah lain maupun internasional, yakni nilai spiritualitas outstanding universal value (OUV) yang terdapat pada bangunan, alam, budaya dan peradaban masyarakatnya yang diwariskan dari generasi ke generasi.
"Masyarakat Borobubur berbudaya Jawa dan masyarakat Tambang Ombilin Sawah Lunto berbudaya Melayu Minang. Masyarakat keduanya yang mempunyai rasa handarbeni dan sense belonging terhadap world heritage yang ada di lingkungannya," jelas Sucoro.
Ditemui terpisah, Peneliti Masyarakat dan Budaya BRIN, Novita Siswayanti berpendapat UNESCO menganugerahi cagar budaya sebagai world heritage salah satunya karena nilai-nilai kearifan lokal yang terdapat dan terlestari pada kehidupan masyarakatnya.
âUNESCO memberikan catatan dan konsekuensi bagi kelestarian cagar budaya serta kemanfaatannya bagi masyarakat,â kata Novita.
Keberadaan cagar budaya tidak bisa terlepas dari budaya dan nilai-nilai kemanusiaan yang terdapat pada interaksi sosial budaya masyarakatnya. Pengembangan cagar budaya tidak bisa dipisahkan dari partisipasi dan keterlibatan masyarakatnya yang merupakan subjek bagi keberlangsungan cagar budaya.
âPemanfaatan cagar budaya menyatu dengan tradisi dan budaya masyarakatnya yang berperan penting bagi kesejahteraan masyarakat,â ungkap Novita.
Borobudur maupun Tambang Ombilin Sawah Lunto, lanjut Novita, merupakan cagar budaya yang pemanfaatannya telah diatur dalam UU Cagar Budaya Nomor 10 Tahun 2011. Keduanya sebagai cagar budaya berfungsi untuk pendidikan, keagamaan, sosial, budaya, maupun ekonomi bagi masyarakatnya. Secara keagamaan Borobudur berfungsi sebagai tempat peribadatan, meditasi, kontemplasi yang universal tidak hanya bagi Buddha maupun seluruh umat beragama.
Novita mengatakan secara sosial budaya masyarakat keduanya berpegang teguh pada budaya leluhur yang didasarkan pada persaudaraan atau pasedhuluran. Masyarakat Borobudur yang multikultural dan pluralisme penuh toleransi dan inklusif. Walau Candi Borobudur simbol agama Buddha yang masyarakatnya muslim dan tidak ada satu pun yang beragama Buddha, tetapi masyarakatnya handarbeni dan turut menjaga kelestarian Borobudur sebagai warisan budaya.
Sedangkan secara sosial budaya masyarakat Tambang Ombilin Sawahlunto berpegang teguh dengan adat Melayu Minang. Adat Melayu muslim dengan berpedoman pada Adat Basandi Syarak dan Syarak Basandi Kitabullah.
âSecara pendidikan, Tambang Ombilin memberikan pengetahuan akan ilmu pertambangan dan kemanfaatannya bagi umat manusia,â ujarnya.
Keberadaan Ombilin, daerah tambang batubara ditemukan oleh Willem Hendrik De Greve pada 1868 masa Pemerintahan kolonial Belanda. Tambang Ombilin titik nadir adanya rel dan jalur perkeretaapian di Sumatera Barat. Keberadaanya ada dan terkenal karena keberadaan masyarakatnya yang unik dan khas.
Menurutnya, eksistensi Borobudur dan tambang Ombilin amatlah bergantung pada peran serta masyarakatnya. Keduanya memiliki corak dan karakter yang didukung dan dikuatkan oleh budaya dan tradisi masyarakatnya. Pemanfaataan cagar budaya Borobudur dan Tambang Ombilin Sawahlunto akan menjadi daya tarik jika mempertunjukkan budaya masyarakatnya yang sarat dengan nilai kearifan lokal.
Maka dari itu, lanjut Novita, pengembangan cagar budaya Borobudur dan Tambang Ombilin akan maju jika masyarakatnya diberikan peran dan kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam berbagai kegiatan.
Pengembangan cagar budaya dapat diisi dengan berbagai kegiatan festival budaya, pentas kesenian, pasar budaya, atau pasar seni dan masyarakat sebagai subjeknya, sebab mereka sumber dari segala sumber budaya dari keberadaan cagar budaya.
âCagar Budaya milik, dari, oleh dan untuk masyarakat," pesannya.